PENDIDIKAN AKHLAK
PERSPEKTIF AL-QUR’AN SURAH AL-NUR AYAT 4-9
Disusun
oleh:
Muhammad
Toriqularif[1]
Abstrak
Menuduh
adalah perbuatan yang keji apa lagi tidak dapat memberikan bukti-bukti atau
saksi-saksi. Menjaga lisan sangat dianjurkan dalam hal ini, terlebih menuduh wanita yang
baik-baik berbuat zina apa lagi yang dituduh adalah istrinya sendiri.
Dalam ayat 4 dan 5
surah al-Nur dijelaskan bahwa apabila ada yang menuduh berzina wanita baik-baik
dan ia tidak dapat menunjukkan empat orang saksi maka baginya di cambuk 80 kali
apabila ia merdeka dan 40 kali apabila ia budak serta dianjurkan untuk tidak
menerima kesaksian apapun dari mereka karena tergolong fasik disebabkan
kecerobohan mereka menuduh tanpa dasar.
Dua ayat selanjutnya
menjelaskan tentang sanksi hukum terhadap suami yang menuduh istrinya berzina
yang tidak mendatangkan saksi-saksi yang menguatkan tuduhannya selain diri
mereka sendiri, maka mereka harus bersumpah sebanyak empat kali dengan nama
Allah bahwa mereka termasuk orang-orang yang benar atas tuduhannya terhadap
istrinya itu. Dan sumpah yang ke lima menjadi laknat baginya apa bila mereka
tergolong orang-orang yang berbohong.
Kemudian dalam ayat selanjutnya dijelaskan
bahwa sang istri diberikan kesempatan untuk membela dirinya atas
tuduhan suaminya. Apa bila sang istri diam tiadak membantah tuduhan suaminya
maka ia dihukumkan zina, sang istri terhindar dari hukum zina dengan jalan
bersaksi atas nama Allah sebanyak empat kali bahwa suaminya tergolong
orang-orang pembohong, dan sumpah yang kelima menjadi laknat baginya apa bila
suaminya benar dengan tuduhannya.
Dalam sebuah munasabah
yang berkaitan dengan ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa hendaklah sangat
berhati-hati dan jangan bertindak ceroboh baik menuduh atau perbuatan keji
lainnya jika tidak pasti kebenarannya dan hendaklah tidak termakan isu bila
tidak ingin mendapat laknat dari Allah. Namun demikian apabila manusia mau
bertaubat maka niscaya Allah akan mengampuni karena besarnya anugerah dan kasih
sayang Allah.
Kata kunci; Akhlak, Surah Al- Nur, Ayat 4-9
PENDIDIKAN AKHLAK
PERSPEKTIF AL-QUR’AN SURAH AL-NUR AYAT 4-9
A.
Pendahuluan
Allah Swt. menurunkan Al-Qur’an bukan untuk sia-sia,
karena Al-Qur’an adalah tuntunan sepanjang hayat demi kebahagian hidup di dunia
dan akhirat. Kehadiran Al-Qur’an ditengah-tengah kehidupan manusia adalah
sebagai jawaban yang terbaik dan paling benar dari segala permasalahan yang ada
dimuka bumi. Istilah lain pun dapat kita jumpai dalam memaknai kehebatan dan
keagungan Al-Qur’an salah satunya ialah “Al-Qur’an sesuai dengan segala ruang
dan waktu sampai hari kiamat”.[2]
Secara global petunjuk Al-Qur’an meliputi tiga hal pokok, yaitu:
1. Masalah
akidah atau kepercayaan, yang mencakup kepercayaan kepada Tuhan dengan segala
sifatnya. Wahyu dengan segala kaitannya yang antara lain kitab-kitab suci,
malaikat dan para nabi, hari kemudian dan balasan dan ganjaran Tuhan
didalamnya.
2. Masalah
ibadah dan syari’at, yang meliputi hukum-hukum yang harus diikuti oleh manusia
dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan sesama alam.
3. Masalah
akhlak dan budi pekerti yang bertujuan mewujudkan keserasian hidup
bermasyarakat, dalam bentuk antara lain gotong-royong, amanat, kebenaran, kasih
sayang, tanggung jawab,
dan lain-lain.[3]
Dalam kesempatan ini akan kita bahas
tentang isi kandungan Surat Al-Nur dan hubungannya dengan
pendidikan akhlaq. Sebagaimana yang telah kita ketahui, Surat Al-Nur
terdiri atas 64 ayat, dan termasuk golongan surat-surat madaniyah.
Dinamai Al-Nur yang
berarti Cahaya, diambil dari kata Al-Nur yang
terdapat pada ayat ke 35. Dalam ayat ini, Allah swt. menjelaskan tentang Nur
Ilahi, yakni Al-Qur’an yang
mengandung petunjuk-petunjuk. Petunjuk-petunjuk Allah itu, merupakan cahaya
yang terang benderang menerangi alam semesta. Surat ini sebagian besar isinya
memuat petunjuk-petunjuk
Allah yang berhubungan dengan soal kemasyarakatan dan rumah tangga. Pokok-pokok isi kandungan
Surah Al-Nur diantaranya adalah, (1) tentang keimanan, yaitu kesaksian
lidah dan anggota-anggota atas segala perbuatan manusia pada hari kiamat, hanya
Allah yang menguasai langit dan bumi, kewajiban rasul hanyalah menyampaikan agama
Allah, iman
merupakan dasar dari pada
diterimanya amal ibadah. (2) tentang hukum-hukum, yaitu hukum-hukum sekitar
masalah zina, li'an dan adab-adab. Berita bohong terhadap Umu Al-Mu'minin 'Aishah
r.a. (Qishatu al-Ifki). (4) dan lain-lain, yaitu semua
jenis hewan diciptakan Allah dari air, janji Allah kepada kaum muslimin yang beramal shaleh[4].
Untuk lebih memfokuskan
pembahasan agar tidak melebar dan menyesuaikan tema sebagaimana yang tertera,
maka dalam makalah ini hanya akan membahas sekelumit kandungan surah al-Nur
ayat 4 sampai dengan ayat 9 yang berhubungan dengan akhlaq. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat serta menjadi pencerahan bagi penulis khususnya dan pembaca
umumnya.
B.
Makna Kata
Kata yarmun pada mulanya berarti melempar, tapi yang dimaksud
disini adalah makna majazi, yakni menuduh. Ayat ini tidak
menjelaskan tuduhan apa yang dimaksud, tetapi dari konteknya dipahami
bahwa ia adalah tuduhan berzina. Memang pada masa jahiliah sering kali
tuduhan semacam itu dilontarkan bila mereka melihat hubungan akrab antara pria
dan wanita. Mereka juga sering kali menuduh wanita berzina, jika melihat anak
yang dilahirkan tidak mirip dengan suami ibu yang melahirkannya. Kata al-Muhshanat
terambil dari akar kata hashana yang berarti menghalangi. Benteng
dinamai hishn karena dia menghalangi musuh masuk atau musuh
melintasinya. Wanita yang dilukiskan dengan akar kata ini oleh al-Qur’an, dapat
diartikan sebagai wanita yang terpelihara dan terhalangi dari kekejian, karena dia adalah seorang yang suci bersih, bermoral tinggi, atau
karena dia merdeka, bukan budak, atau karena seorang istri yang mendapat
perlindungan dari suaminya. Para ulama sepakat menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan kata tersebut di sini adalah wanita yang suci bersih, bermoral tinggi, baik
telah menikah maupun belum. Jika demikian siapa pun wanita terhormat dengan keimanannya
yang dicemarkan nama baiknya dengan tuduhan zina, maka pencemarnya dituntut
mendatangkan empat orang saksi atau didera[5].
C. Tafsir Surah Al- Nur ayat 4-9
tûïÏ%©!$#ur
tbqãBöt
ÏM»oY|ÁósßJø9$#
§NèO
óOs9
(#qè?ù't
Ïpyèt/ör'Î/
uä!#ypkà
óOèdrßÎ=ô_$$sù
tûüÏZ»uKrO
Zot$ù#y_
wur
(#qè=t7ø)s?
öNçlm;
¸oy»pky
#Yt/r&
4
y7Í´¯»s9'ré&ur
ãNèd
tbqà)Å¡»xÿø9$#
ÇÍÈ wÎ)
tûïÏ%©!$#
(#qç/$s?
.`ÏB
Ï÷èt/
y7Ï9ºs
(#qßsn=ô¹r&ur
¨bÎ*sù
©!$#
Öqàÿxî
ÒOÏm§
ÇÎÈ tûïÏ%©!$#ur
tbqãBöt
öNßgy_ºurør&
óOs9ur
`ä3t
öNçl°;
âä!#ypkà
HwÎ)
öNßgÝ¡àÿRr&
äoy»ygt±sù
óOÏdÏtnr&
ßìt/ör&
¤Nºy»uhx©
«!$$Î/
¼çm¯RÎ)
z`ÏJs9
úüÏ%Ï»¢Á9$#
ÇÏÈ èp|¡ÏJ»sø:$#ur
¨br&
|MuZ֏s9
«!$#
Ïmøn=tã
bÎ)
tb%x.
z`ÏB
tûüÎ/É»s3ø9$#
ÇÐÈ (#ätuôtur
$pk÷]tã
z>#xyèø9$#
br&
ypkô¶s?
yìt/ör&
¤Nºy»pky
«!$$Î/
¼çm¯RÎ)
z`ÏJs9
úüÎ/É»s3ø9$#
ÇÑÈ sp|¡ÏJ»sø:$#ur
¨br&
|=Òxî
«!$#
!$pkön=tæ
bÎ)
tb%x.
z`ÏB
tûüÏ%Ï»¢Á9$#
ÇÒÈ
Ada pun arti dari ayat 4-9 surah al-Nur adalah sebagai
berikut;
“Dan orang-orang
yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik[6]
(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima
kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.
Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), Maka
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang yang menuduh isterinya
(berzina), Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka
sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama
Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah
atasnya, jika Dia Termasuk orang-orang yang berdusta[7].
Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah
Sesungguhnya suaminya itu benar-benar Termasuk orang-orang yang dusta. Dan (sumpah)
yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu Termasuk orang-orang
yang benar”. (Q.S. Al- Nur, ayat 4-9)
Setelah
ayat yang lalu menguraikan keburukan mengawini pezina, ayat 4 dan 5 di atas
mengingatkan tentang keburukan serta sanksi hukum terhadap mereka yang menuduh
dan mencemarkan nama baik seorang wanita terhormat. Apa bila ada orang yang
menuduh berzina wanita baik-baik, kemudian mereka tidak dapat menunjukkan empat
orang saksi, maka bagi si penuduh akan dicambuk sebanyak 80 kali jika
penuduhnya merdeka dan 40 kali jika penuduhnya hamba sahaya. Selain itu dianjurkan
untuk tidak menerima kesaksian apapun dari mereka karena mereka tergolong orang-orang yang fasik disebabkan
kecerobohan mereka melempar tuduhan tanpa dasar. Ketentuan ini berlaku bagi
siapa saja kecuali bagi orang-orang yang bertaubat serta bertekad untuk tidak mengulangi lagi sesudah
dicambuk dan membuktikan pertaubatan mereka dengan memperbaiki diri dan beramal
saleh, bila sudah demikian maka kesaksian mereka bisa diterima dan tidak
dinamai fasik lagi, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang[8].
Pendapat lain menyebutkan, kesaksian mereka tetap tidak diterima. Pendapat ini
beranggapan bahwa pengertian istisna atau pengecualian di sini hanya
kembali kepada kalimat terakhir dari ayat sebelumnya tadi, yaitu; “Dan
mereka itulah orang-orang yang fasik”. Maksudnya hanya status fasiknya saja
yang dihapus dari mereka, sedangkan ketiadagunaan kesaksiannya masih tetap[9].
Setelah menyebut
tuduhan terhadap wanita-wanita secara umum, maka pada ayat 6-7 menguraikan
tuduhan suami kepada istrinya. Ayat ini menyatakan bahwa, sanksi hukum terhadap
orang yang menuduh istrinya berzina dengan tidak mendatangkan saksi-saksi yang
menguatkan tuduhannya selain diri mereka sendiri, maka mereka harus bersumpah
sebanyak empat kali dengan nama Allah bahwa mereka termasuk orang-orang yang
benar dalam tuduhannya kepada istrinya itu. Dan sumpah yang ke lima adalah
laknat Allah baginya apabila mereka termasuk kelompok pembohong yakni
orang-orang yang telah mendarah daging sifat buruk itu dalam kepribadiannya[10].
Dalam hal ini yang menjadi khabar dari mubtada pada ayat yang sebelumnya tadi
ialah, untuk menolak had menuduh berzina yang akan ditimpakan atas dirinya[11].
Setelah menjelaskan apa
yang harus ditempuh oleh suami yang menuduh istrinya berzina, kini istri diberi
kesempatan untuk menunjukkan kesuciannya dan kepalsuan tuduhan suaminya. Ayat
ini menyatakan, apabila sang istri diam tidak membantah tuduhan suami, maka ia
dijatuhi sanksi hukum zina, dan sang istri dihindarkan dari hukuman zina dengan
jalan bersaksi atas nama Allah sebanyak empat kali bahwa suaminya benar-benar
tergolong pembohong, dan sumpah yang ke lima menjadi laknat Allah baginya jika
ia yaqin suaminya itu termasuk kelompok orang-orang yang benar[12].
D.
Asbab al-Nuzul Ayat
Al-Bukhari meriwayatkan dari jalur Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa dihadapan
Nabi saw. Hilal bin Umayyah menuduh istrinya berzina dengan syuraik bin Sahma.
Nabi saw. bersabda kepadanya, “keluarkan saksi! kalau tidak, kamu harus
menerima hukuman had”. Ia berkata, “Rasulullah kalau salah seorang
dari kami melihat lelaki lain bersama istrinya, apa mungkin dia pergi mencari
saksi?!” Nabi saw. mengulangi sabdanya, “keluarkan saksi! kalau tidak, kamu
harus menerima hukuman had”. Hilal pun berkata, “Demi Allah yang mengutusmu
dengan membawa kebenaran, saya berkata apa adanya. Semoga Allah menurunkan ayat
yang membebaskan punggung saya dari hukuman had”. Maka Jibril turun membawa
firman Allah kepada Nabi Muhammad saw. ayat 6 sampai ayat 9 surat al-Nur.[13]
Ahmad meriwayatkannya
dengan lafazh bahwa ketika turun ayat 4 surah a-Nur, Sa’ad bin Ubadah yang
merupakan pemimpin Anshar berkata, “apakah demikian ayat itu diturunkan, wahai
Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “hai orang-orang Anshar, apakah kalian
tidak mendengar ucapan pemimpin kalian ini?” mereka menyahut, “wahai
rasulullah, jangan salahkan dia! Dia seorang yang amat pencemburu. Sungguh,
tidak pernah ia mengawini wanita lalu ada seorang di antara kami yang mengawini
(bekas istrinya itu) karena saking besarnya cemburunya”. Sa’ad berkata,
“Rasulullah, saya sungguh tahu bahwa ayat itu benar dan bahwa ia dari Allah.
Hanya saja saya merasa heran bahwa kalau saya mendapati istri saya disetubuhi
seorang laki-laki, saya tidah boleh meyeretnya atau menggerakkannya sebelum
empat orang saksi!”.[14]
Tidak lama kemudian
datang Hilal bin Umayyah, salah satu dari tiga orang yang diterima tobatnya.
Dia datang dari kampungnya pada waktu isya, dan ia dapati seorang lelaki sedang
bersama istrinya. Ia lihat dengan matanya dan ia dengar dengan telinganya
sendiri. Dia tidak bertindak apa-apa hingga pagi harinya. lalu ia pergi menemui
Rasulullah dan melapor, “Saya pulang kerumah pada waktu isya. Saya dapati istri
saya bersama seorang lelaki. Saya saksikan dengan mata saya dan saya dengar dengan
telinga saya!” Rasulullah tidak senang dengan laporan yang dibawanya.
Orang-orang Anshar berkumpul dan berkata, “kita telah ditimpa peristiwa seperti
yang dikatakan sa’ad bin ‘Ubadah. Sekarang Rasulullah akan mencambuk Hilal bin
Umayyah dan membatalkan persaksiannya dimasyarakat!”
Hilal berkata, “Demi
Allah, saya berharap Allah memberi jalan keluar bagi saya dari hukuman”.
Demi Allah Rasulullah sudah hendak memerintahkan pelaksanaan hukuman cambuk,
ketika tiba-tiba Allah menurunkan wahyu kepada beliau sehingga para sahabat
menahan pelaksanaannya hingga beliau selesai menerima wahyu. Saat itulah turun
ayat 6 surah al-Nur. Abu ya’la juga meriwayatkan hal senada dari hadits Anas[15].
Al-Bukhari dan Muslim
serta yang lain meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad bahwa Uwaimir datang menemui
Ashim bin Adi. Kata-katanya, “Tolonglah aku bertanya kepada Rasulullah. Kalau
ada seorang laki-laki mendapati lelaki lain bersama istrinya lalu ia
membunuhnya, apakah dia akan dibunuh apakah dia akan dibunuh sebagai hukuman
qishash, atau bagaimana?” Lalu ‘Ashim menanyakan hal itu kepada Rasulullah, dan
beliau mengecam si penanya. Ketika bertemu lagi, Uwaimir bertanya, “apa kabar?”
Ia menjawab, “Apa kabar?!” Kamu tidak membawa kebaikan buatku! Aku sudah
bertanya kepada Rasulullah, tapi beliau malah mengecam si penanya!” kata si
Uwaimir, Demi Allah, saya akan datangi Rasulullah dan saya akan bertanya
sendiri!” Lalu ia pergi dan bertanya dan Rasulullah mengatakan, “Telah
diturunkan beberapa ayat kepadaku mengenai dirimu dan istrimu”.[16]
Al-hafizh Ibnu hajjar
berkata, “Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Ada yang mentarjih bahwa
ayat-ayat ini turun tentang Uwaimir, dan ada pula yang mentarjih bahwa ia turun
tentang urusan Hilal, juga ada yang mengompromikan antara keduanya bahwa yang
pertama-tama terjadi adalah urusan Hilal lalu kebetulan saat itu juga Uwaimir
datang, jadi ayat-ayat tersebut turun mengenai keduanya. An-Nawawi, diikuti
oleh al-Khathib, cenderung kepada kompromi ini. Katanya, “Barangkali keduanya
kebetulan terjadi pada waktu bersamaan”.
Kata al-hafizh Ibnu
Hajar, “Ada kemungkinan bahwa ayat itu telah turun disebabkan peristiwa Hilal;
dan ketika Uwaimir (yang tidak mengetahui peristiwa yang dialami Hilal) datang,
Nabi saw. memberi tahunya tentang hukumnya. Oleh sebab itu, beliau mengeluarkan
sabda seperti itu dalam kisah hilal, lalu Jibril turun, sedangkan dalam kisah
Uwaimir beliau bersabda, “Allah telah menurunkan ayat tentang dirimu.” Ucapan beliau, “Allah telah menurunkan ayat tentang
dirimu”. diartikan, Tentang siapa
pun yang mengalami seperti apa yang kamu alami. Jawaban inilah yang dikemukakan
oleh Ibnush Shabbaagh dalam asy-Syaamil. Sementara al-Qurthubi
cenderung kepada pendapat yang mengatakan bahwa ada kemungkinan ayat ini turun
dua kali.
Al-bazzar meriwayatkan
dari jalur Zaid bin Muthii’ dari Hudzaifah bahwa Rasulullah bertanya kepada Abu
Bakar, “Kalau kamu lihat seorang laki-laki bersama Ummu Ruman, apa yang akan
kamu lakukan terhadapnya?” Ia menjawab, “saya pasti mengambil tindakan yang
buruk terhadapnya”. Rasulullah bertanya, “Bagaimana denganmu, Umar?” Ia
menjawab, “Saya akan mengatakan, ‘Allah mengutuk orang yang lebih lemah, dan
sungguh dia orang yang keji”. Maka turunlah ayat ini. Kata al-Hafizh Ibnu Hajjar,
“Tidak ada halangan sebab turunnya ayat banyak”.[17]
E.
Munasabah ayat
Dari pembahasan surah al-Nur ayat 4-9 diatas, yang sangat erat munasabahnya
adalah ayat 10 dan ayat 23 dari surah yang sama. Ada pun arti dari ayat 10
surah al-Nur ialah, “Dan andaikata
tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya atas dirimu dan (andaikata) Allah bukan
Penerima taubat lagi Maha Bijaksana, (niscaya kamu akan mengalami
kesulitan-kesulitan)”. Ayat
ini dapat dipahami bahwa, seandainya Allah bukan sebaik-baik Pengampun dan
sebaik-baik Pencurah rahmat dan andaikata tidak ada karunia Allah yang
menurunkan al-Qur’an dan jikalau tidak ada rahmat-Nya yang memberi pertaubatan, serta menetapkan
ketentuan hukum yang bijaksana dalam mengatur kehidupan, maka pastilah akan
terjerumus dalam kedurhakaan dan kekacauan. Tetapi itu tidak terjadi karena
pengampunan Allah, kebijaksanaan dan rahmatNya dan Dialah Penerima taubat lagi
Maha Bijaksana.[18]
Ayat 10 surat al-Nur di atas tidak menyebut apa yang
diakaibatkan oleh kata seandainya. Ini dimaksudkan untuk melukiskan betapa
besar anugerah Allah sehingga akibat buruk yang merupakan ancaman tersebut
tidak jadi lahir dalam kenyataan.[19]
secara umum ayat ini mewanti-wanti kepada siapa saja agar sangat berhati-hati
dan jangan bertindak ceroboh baik menuduh atau perbuatan keji lain jika tidak
pasti kebenarannya dan hendaknya tidak mudah termakan isu bila tidak ingin
mendapat laknat dari Allah. Namun demikian apabila manusia mau bertaubat maka
niscaya Allah akan mengampuni karna besarnya anugerah dan kasih sanyang Allah.
Sedangkan arti dari ayat 23 ialah, “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang
baik-baik, yang lengah[20] lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat
di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar”, Ayat ini menyatakan bahwa,
orang-orang yang melempar tuduhan berzina terhadap wanita yang baik-baik, suci,
lengah, yang sempurna imannya mereka akan dilaknat oleh Allah, Rasul, kaum
mukminin bahkan semua yang taat dan tunduk kepada Allah. Mereka melaknatnya di
dunia dan diakhirat, dan baginya azab yang besar.[21]
Ayat diatas memberikan sifat-sifat yang demikian
terpuji kepada wanita-wanita. Tentu saja yang pertama dimaksud adalah istri
Nabi yang dituduh itu yakni ‘Aisyah ra. bahkan seluruh istri Nabi saw. Disisi
lain perlu dicatat bahwa menuduh siapa pun termasuk wanita kafir tidak
dibenarkan agama tanpa ada bukti-bukti, hanya sanksi hukum (dera) tidak
dijatuhkan kepada penuduh terhadap yang kafir. Ini karena jaminan dasar tentang
kesuciannya tidak ditemukan pada dirinya akibat kekufuran itu. dan yang
dimaksud laknat didunia adalah kejauhan mereka dari rahmat Allah antara lain
tercermin dalam cambukan, serta antipati masyarakat muslim, di samping
penolakan kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Tentu saja ini bagi yang tidak
bertaubat sebagimana diuraikan oleh ayat 5 yang lalu.[22]
F.
Penutup
Dalam kehidupan akhlaq memang menjadi pilar utama dan wajib dijunjung
tinggi sebagai panglima dalam menakodai perjalanan hidup. Manusia hidup tidak
sendiri, ia membutuhkan orang lain oleh karenanya sikap, perilaku dan
kepedulian serta apa saja yang berhubungan dengan kehidupan sosial menjadi
penting dimulai dari menjaga lisan, perbuatan sampai menjaga hati. Diantara
yang termasuk menjaga lisan adalah tidak sembarangan menuduh.
Menuduh adalah perbuatan yang keji apalagi tidak disertai dengan bukti dan
saksi-saksi lebih-lebih yang dituduh adalah seorang wanita yang baik-baik apa
lagi istrinya sendiri yang dituduh berzina. Tidak gampang mengeluarkan
pernyataan negatif apa lagi menuduh berzina walaupun terhadap istri sendiri
tanpa dilandasi dengan bukti-bukti yang jelas.
Dalam hal ini Islam sangat menjunjung tinggi tata krama dalam berbicara,
bahkan saking menjunjung tingginya maka bagi siapa saja yang menuduh orang lain
berzina meskipun istrinya sendiri dan apa bila tidak benar tuduhannya itu akan
diberikan sanksi dera sebagi hukum fisik dan kesaksiannya tidak bisa diterima
sebagai sanksi hukum sosial serta mendapat laknat Allah, Rasul dan semua yang
beriman kepada Allah sebagai sanksi hukum secara psikologis.
Melalui ayat-ayat yang telah dibahas, dapat diambil sebagai bahan renungan
sebagai anjuran nilai-nilai moral diantaranya ialah, jangan menuduh tanpa
bukti, anjuran untuk bersaksi atau berkata jujur serta tuntunan bertaubat atas
segala kesalahan yang telah dilakukan jika tidak ingin mendapat laknat dan
senantiasa mengharapkan karunia dari Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Shahrur, Prinsip dan Dasar
Hermeneutika Al-Qur’an Kontemporer, Yogyakarta: Elsaq Press, 2008
M. Roem Rowi, Ragam Penafsiran Al-Qur’an,
Surabaya: LPIQ Surabaya, 2001
Al-Qur’an Digital
M. Quraish Shihab, Tafsir
Al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2004, Vol. 9
Imam Jalaluddin
Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, terj,
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009
Imam Al-Mundziri, Mukhtashar
Shahih Muslim Ringkasan Hadis Shahih Muslim, terj. Jakarta: Pustaka Amani,
2003
Jalaluddin As-Suyuthi, Asbab
al-Nuzul Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, terj. Jakarta: Gema Insani, 2008
[1]
Penulis adalah Dosen
[2] Muhammad Shahrur, Prinsip dan
Dasar Hermeneutika Al-Qur’an Kontemporer, (Yogyakarta: Elsaq Press,
2008),h. 24
[3] M. Roem Rowi, Ragam
Penafsiran Al-Qur’an, (Surabaya: LPIQ Surabaya, 2001),h. 2
[6] Yang dimaksud wanita-wanita
yang baik disini adalah wanita-wanita yang Suci, akil balig dan muslimah.
[7] Maksud ayat 6 dan 7: orang yang
menuduh Istrinya berbuat zina dengan tidak mengajukan empat orang saksi,
haruslah bersumpah dengan nama Allah empat kali, bahwa Dia adalah benar dalam
tuduhannya itu. kemudian Dia bersumpah sekali lagi bahwa Dia akan kena laknat
Allah jika Dia berdusta. Masalah ini dalam fiqih dikenal dengan Li'an.
[14]Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir
Jalalain, terj, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009), h. 259-260
[16]Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, h. 260-261. lihat juga Imam Al-Mundziri, Mukhtashar
Shahih Muslim Ringkasan Hadis Shahih Muslim, terj. (Jakarta: Pustaka Amani,
2003), h. 480
[17] Jalaluddin
As-Suyuthi, Asba>b al-Nuzu>l Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’a>n,
terj. (Jakarta: Gema Insani, 2008), h.
391-393
[20] Yang dimaksud dengan
wanita-wanita yang lengah ialah wanita-wanita yang tidak pernah sekali juga
teringat oleh mereka akan melakukan perbuatan yang keji itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar